Bahwa pada mulanya belum ada manusia (Suku Benuaq ) . pada umumnya daerah pedalaman hulu sungai Kalimantan Timur belum ada manusia .menurut cerita yang dikumpulkan , bahwa daerah pedalaman masih kosong,penuh dihuni oleh beberapa binatang buas, binatang memamah biak, kera, ular, dan burung-burung beraneka warna.tumbuh-tumbuhan mulai dari rumput,semak, perdu, sampai pohon raksasa,yaitu sebatang pohon yang sangat besar, yang diberi nama Putang Kayun Naing.
Tersebutlah cerita pada suatu ketika dengan tiba-tiba datang manusia raksasa, yaitu manusia yang besar , tinggi, kuat dan sakti yang bernama AYUS UMAQ SOLEN . Menurut cerita Ayus ini bersaudara dengan SILUQ INEQ LINTAI (Perempuan ) dan INTONG UMAQ TULIH (Pria). Kamudian datanglah dari LAHTALA ( Yang Maha Kuasa ) yaitu Dewa tertinggi bagi Orang Benuaq
Pada dasarnya, Upacara Kematian ini dilaksanakan agar Arwah orang yang telah meninggal bisa sampai ke Alam Baka yang disebut Gunung Lumut ( Saikng Lumut ) dan hidup tentram ditempat tersebut tanpa mengganggu anak-cucu dan para keluarga yang ditinggalkan di dunia. Roh orang yang telah meninggal haruslah diantar ke Gunung Lumut yaitu dengan cara dilakukannya Upacara pengantaran arwah ke gunung Lumut oleh Pengewara.
Upacara adat kematian dilaksanakan, dimaksudkan untuk membuka jalan ke Gunung Lumut agar para roh yang telah meninggal tidak tersesat. Suasana religius menguasai alam pikiran masyarakat Suku Dayak Benuaq. Kepercayaan akan kebahagiaan bagi Suku Dayak Benuaq di Puncak Gunung Lumut menjadi kebahagiaan abadi dan kepercayaan pada alam semesta serta hubungan manusia dengan roh-roh inilah yang membawa Suku Dayak Benuaq mengadakan Upacara Adat Kematian.
Menurut kepercayaan suku Dayak Benuaq, alam semesta terdiri dari empat negeri/kerajaan yang dihuni oleh Para Dewa yang memiliki keterpautan bagi kelangsungan hidup penghuninya, yaitu :
Menurut keyakinan Suku Dayak Benuaq, Liau merupakan Roh yang ada dilangit dan Kelelungan adalah Roh yang berada di Jasad tubuh ( Kepala), Liau Kelelungan (Roh) yang belum dilakukan upacara Adat kematian hanya berdiam di langit pertama, sedangkan Liau Kelelungan yang telah dilakukan upacara Adat kematian mendiami langit ke Tujuh yaitu Teluyetn Tangkir Langit Deroi Olo.
Berdasarkan pemahaman dan keyakinan Suku Dayak Benuaq terhadap empat Negeri tersebut diatas, Suku Dayak Benuaq mempercayai bahwa Alam Semesta memiliki tata tertib yang mengatur keberlangsungan interaksi antara manusia dengan penghuni di Negeri lain, maka Hukum Alam , etika social, tradisi dan komunitas diyakini merupakan metafora actual tata tertib yang baku dari alam semesta, maka oleh sebab itu orang Dayak menganggap bahwa dalam siklus kehidupan, kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia, melainkan Permulaan perjalanan kehidupan baru menuju ke negeri abadi yakni negeri langit ke Tujuh.
Dalam Ritual upacara Adat kematian, orang Dayak Benuaq meyakini ada 4 kategori upacara Adat kematian : 1. Parepm Api, 2. Kenyeu, 3. Ngelangkakng dan 4. Kuangkei. Prosesi keempat upacara Adat kematian, dipimpin oleh sang Pengewara yang berperan sebagai Mediator Relasi antara manusia dengan para Arwah (Liau Kelelungan) dan para Dewa di Negeri Arwah, Negeri Atas Langit dan Negeri Bawah Tanah. Ke – 4 kategori upacara adat kematian ini adalah :
Perepm Api adalah upacara adat yang dilaksanakan bagi orang yang baru meninggal dengan perhitungan adalah bila yang meninggal merupakan perempuan, maka upacara ini dilaksanakan selama lima hari, tetapi jika yang meninggal adalah laki-laki maka upacara ini dilaksanakan selama enam hari, perhitungan ini biasanya berlaku atau dihitung sejak hari pertama orang yang meninggal, selama acara ini berlangsung, mayat yang sudah dimasukkan kedalam peti mati (Lungun) boleh dilakukan penguburan, sebelum upacara selesai, jika kondisi mayat sudah tidak memungkinkan/Rusak dan berbau, tapi jika mayat masih baik dan tidak mengeluarkan Bau yang tidak sedap maka uparara pemakaman dilakukan pada hari ke -6 untuk Perempuan dan hari ke-7 untuk laki-laki. Terdapat dua tata – cara penguburan dalam acara Parepm Api, yakni :
Ngelubekng yaitu peti jenasah dimasukan kedalam tanah yang telah dibuat keramba dari kayu ulin, kemudian ditutup dengan papan, ditimbun dangan tanah lalu dipasang nisan ( Mesetn )
Upacara Adat Kenyeu berlangsung selama Sembilan hari dan Kenyeu merupakan acara kelanjutan dari upacara Adat Parepm Api yang disebut Nengkaaq atau menambah waktu. Hakekatnya upacara Adat Kenyeu adalah menyempurnakan perjalanan arwah agar betul-betul sampai ke surga (Teluyetn Tangkir Langit Deroi Olo ). Acara Adat Kenyeu bukanlah kewajiban karena hanya berlaku bagi keluarga yang mampu saja.
Ngelangkakng berasal dari kata kelangkakng atau anyaman dari bambu untuk menaruh makanan para Arwah atau Liau. Ngelangkakng berarti membuat Kelangkakng, dalam arti memberi makanan kepada para arwah. Menurut kebiasaan Suku Dayak Benuaq, sebelum diadakannya upacara Adat Kuangkai yang merupakan upacara adat kematian yang paling besar dan terakhir, Suku Dayak Benuaq biasanya memberi makanan untuk para Arwah dengan cara sederhana yaitu Ngekangkakng, dalam pelaksanaan upacara Adat Ngelangkakng hanya memakan waktu sehari saja dan sebagai Pasilitator upacara haruslah ada seorang Tukang Wara atau Pengewara. Dalam ritual ini Pengewara membacakan mantra-mantra yang pada intinya berisi undangan/panggilan kepada para Arwah untuk memakan makanan yang telah tersedia dalam kelangkakng atau yang disebut petunuq okatn Liau. Waktu memberi makana dilakukan pada pagi hari, siang hari, dan sore hari dengan cara memasukkan semua jenis makanan kedalam anyaman bambu yang disebut kelangkang ( Mopoy) .
Setelah acara dinyatakan selesai pada sore hari, Keluarga mengantar semua makanan Arwah yang ada dalam Kelangkakng ke Kuburan masing-masing, dan menurut kepercayaan walaupun hanya sesekali dan jarang memberi makanan kepada para Arwah, akan tetapi makanan itu akan membuat para Arwah di Lumut menjadi Berlimpah ruah dan tidak mengalami kelaparan, sehingga di Yakini para anak cucu tidak akan di ganggu ( mengalami Sakit ).
Kuangkei adalah salah satu Upacara Adat yang dilakukan oleh Suku Dayak Benuaq yang tinggal di Pedalaman Kalimantan Timur. Kuangkei merupakan puncak dari upacara Adat kematian khas suku Dayak Benuaq. Kuangkei yang berarti Adat Bangkei Lama ( Bangkei Nahaaq ) dilaksanakan Empat Belas ( 2X7 ) hari untuk orang yang biasa ( Merentikaaq ) dan Dua Puluh Satu ( 3 X 7 ) hari untuk Bangsawan ( Mantiiq), merupakan Prosesi untuk memindahkan Tulang-Belulang dari Pemakaman terdahulu ke tempat Pemakaman yang baru yang lebih baik. Biasanya Tulang, Kelelungan, dibersihkan dan di Bungkus dengan Kain yang Bersih lalu di masukkan ke dalam Tempelaaq.
Kuangkei berasal dari kata ke dan angkei. Ke berarti ‘melakukan’ atau ‘melaksanakan’ dan angkei berarti ‘bangkai’, yaitu manusia atau binatang yang sudah tidak bernyawa. Dengan demikian, Kuangkei dapat diartikan secara harafiah sebagai ‘buang bangkai’ yang bermakna melepaskan diri dari segala Kedukaan dan mengakhiri masa Berkabung.
Tujuan utama dari upacara Adat Kuangkei adalah untuk menghormati dan memuliakan roh Para Leluhur yang sudah meninggal. Roh-roh ini diharapkan dapat memperoleh kebahagiaan dan tempat yang lebih baik di alam Arwah (di Gunung Lumut ), sehingga bila dibutuhkan dapat menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhan ( La Tala ). Suku Dayak Benuaq percaya bahwa para Arwah yang sudah mati tidak ubahnya orang yang masih hidup, mereka perlu makan, perlu tempat yang baik, dan memerlukan hiburan. Sehingga upacara Adat Kuangkei yang dilakukan oleh anggota keluarga yang masih hidup ditujukan untuk memberi makanan , penghormatan, hiburan, dan tempat yang layak bagi orang yang telah meninggal tersebut.
Suku Dayak Benuaq mengadakan upacara Adat Kuangkei dengan harapan timbal balik, mereka percaya bahwa jika roh para leluhur dan anggota keluarga yang sudah mati dihormati dan diberi makanan, maka kehidupan keluarga yang masih hidup pun akan baik dan jauh dari segala Bencana.
Selama upacara Adat Kuangkei berlangsung suasana Desa tempat penyelenggaraan upacara sangatlah ramai, banyak orang dari Desa lain berdatangan untuk membantu/ bergotong royong, berdagang, berjudi atau sekadar memeriahkan pesta kematian tersebut. Karena biaya untuk upacara Adat Kuangkei ini relatif mahal, maka upacara ini dapat dilakukan secara kolektif dan bergotong-royong yang mereka sebut Sempeket. Sebagai tanda ucapan Syukur Keluarga dan Penghormatan Kepada Arwah, Maka pada akhir upacara adat Kuangkei dilakukan Pemotongan Hewan Kerbau yang di ikat dengan Rotan (selampit) di sebuah Belontakng yang terbuat dari kayu ulin .
Menurut Adat suku Dayak Benuaq terdapat Tiga Tata Cara Pemakaman dalam upacara Adat Kuangkei yaitu :
Setelah selesai upacara penguburan, baik itu ucara Parepm Api, Kenyeu, Ngelangkakng pihak keluarga mengadakan upacara Nulek Labaaq dan dilanjutkan mandi kembang ( Tota Torou ) dan Pesengket, acara ini dilaksanakan bertujuan untuk menangkal pengaruh buruk dan menyucikan diri dari akibat kematian dan juga memohon berkah dari para Dewa dan Leluhur karena orang meninggal sudah diperlakukan dengan baik.